Ternak sapi yang berkembang hingga kini bersumber dari Homacodontidae yang ditemukan pada masa Palaeoceen. Jenis-jenis awal ternak sapi ini ditemukan di India pada masa Plioceen (Sosroamidjojo, S.1975). Jenis-jenis sapi tersebut berkembang menjadi 3 golongan besar yang banyak dikenal hingga kini. Tiga golongan tersebut yaitu;
a. Bos Sondaicus; jenis sapi hasil dari domestikasi (penjinakan) Banteng.
b. Bos Indicus; turunan dari sapi Zebu yang berpunuk dan banyak ditemukan India.
c. Bos Taurus; turunan dari Bos Primigenius atau sapi bertanduk pendek yang terdapat di Eropa.
Dari golongan sapi tersebut di atas, penggolongan berdasarkan produksi utama dibedakan mejadi 3 yaitu tipe perah (banyak menghasilkan susu), tipe potong (menghasilkan daging) dan tipe kerja. Ternak sapi tipe kerja banyak terdapat di Indonesia.
Hal ini tidak terlepas dari sistem pertanian yang masih tradisional yaitu pembajakan sawah dilakukan menggunakan ternak sapi. Bukan hanya sapi jantan yang digunakan melainkan juga sapi betina. Sapi betina bunting yang digunakan sebagai pembajak sawah baru bisa diistirahatkan pada usia kebuntingan yang tua. Ini juga menjadi salah satu penyebab utama kematian pedet yang tinggi di Indonesia.
Sapi potong Indonesia adalah jenis sapi asli Indonesia dan atau ternak sapi dari luar negeri yang telah disilangkan hingga keturunan kelima (5). Dalam Undang-Undang (UU) Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 18 tahun 2009, disebutkan bahwa ternak lokal merupakan hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah dikembangbiakkan di Indonesia hingga generasi kelima atau lebih yang telah dapat beradaptasi dengan lingkungan dan atau manajemen yang dilakukan.
Jenis-jenis sapi potong Tropis antara lain;
a. Sapi Bali
Sapi Bali adalah keturunan asli Banteng yang telah didomestikasi (dijinakkan). Sapi Bali pada awalnya banyak terdapat di Pulau Bali. Namun kini sapi Bali telah tersebar merata ke seluruh daerah di Indonesia. Persentase karkas sapi Bali cukup tinggi yaitu mencapai 56,9 %. Sapi Bali betina dikenal paling produktif. Tingkat fertilitas sapi Bali mencapai 80 % sedangkan sapi dari jenis Bos Taurus dan Bos Indicus hanya mencapai 50 - 70 %.
Ciri-ciri sapi Bali yaitu tinggi sapi dewasa mencapai 1,30 m, bobot badan antara 300 sampai 400 kg, keempat kaki mulai dari sendi tarsus dan carpus ke bawah hingga kuku dan bagian belakang pelvis berwarna putih, memiliki garis hitam (garis belut) pada punggungnya.
Tanduk sapi jantan tumbuh mengarah ke latero-dorsal dan terus membelok ke dorso-cranial, sedangkan tanduk betina tumbuh mengarah ke latero-dorsal terus ke dorso-medial. Ciri khas sapi Bali yaitu sewaktu pedet berwarna merah bata. Setelah dewasa, warna sapi jantan akan berubah menjadi kehitam-hitaman sedangkan sapi betina tetap berwarna merah bata.
Sapi Bali
(www.satwapedia.com)
(www.satwapedia.com)
b. Sapi Madura
Sapi Madura diduga sebagai hasil persilangan Bos Indicus dengan Bos Sondaicus (Banteng). Sapi ini telah tersebar ke berbagai wilayah di Indonesia dengan basis utama yakni Pulau Madura dan Jawa Timur. Persentase karkas sapi Madura mencapai 47,9 % (Sosroamidjojo, S. 1975).
Ciri-ciri sapi Madura yaitu memiliki punuk, sapi jantan dan betina berwarna merah bata, tanduk melengkung setengah bulan dengan ujung mengarah ke depan. Bobot badan sapi dewasa mencapai 350 kg dengan tinggi pundak rata-rata 118 cm.
c. Sapi Ongole
Sapi Ongole berasal dari India yakni dari jenis sapi Zebu (berpunuk). Awal masuk sapi ini ke Indonesia yaitu pada permulaan abad ke-20 dan banyak dikembangkan di Pulau Sumba. Oleh karenanya, sapi Ongole di Indonesia sering disebut Sumba Ongole. Persentase karkas sapi Ongole mencapai 44 % dan merupakan tipe kerja yang baik. Sapi Ongole termasuk jenis sapi yang lambat menjadi dewasa yakni pada umur 4 hingga 5 tahun.
Ciri-ciri sapi Ongole antara lain; memiliki punuk yang besar, pada daerah bawah leher dan perut ditemukan gelambir, ukuran telinga agak panjang, bentuk telinga terkulai ke samping tapi tidak lemah, kepala agak pendek, mata besar dan tenang. Sapi Ongole memiliki tanduk yang kecil dan kadang hanya menyerupai bungkul kecil. Tanduk sapi betina lebih panjang daripada jantan, warna bulu putih dan putih kehitaman. Tinggi sapi jantan ± 150 cm, sapi betina ± 135 cm dengan bobot jantan ± 600 kg dan betina ± 450 kg.
d. Sapi Aceh
Sapi Aceh merupakan hasil grading up (perkawinan silang yang keturunannya disilangkan kembali dengan bangsa pejantannya untuk mengubah bangsa induk menjadi bangsa pejantan) sapi Ongole dengan sapi lokal Aceh. Sapi Aceh tersebar di daerah Aceh dan daerah Sumatera Utara.
Ciri-ciri sapi Aceh antara lain; memiliki punuk dan memiliki tanduk, berwarna cokelat merah. Bobot badan sapi jantan umur 3–4 tahun berkisar antara 300-400 kg sedangkan sapi betina pada umur yang sama berkisar antara 200-300 kg.
e. Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole banyak terdapat di Pulau Jawa dengan konsentrasi penyebaran di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di daerah Sumatera banyak dijumpai di daerah Aceh dan Tapanuli Selatan.
Ciri-ciri sapi Peranakan Ongole antara lain; memiliki postur dan bobot tubuh yang lebih rendah dari sapi Ongole, memiliki punuk dan gelambir yang lebih kecil, umumnya warna kulit dan rambut tubuh berwarna putih dan atau putih agak kelabu.