13 Agustus 2016

Manajemen Reproduksi Kuda

Dewasa kelamin (pubertas) kuda tercapai pada umur 15-18 bulan. Umur pubertas dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan, pakan dan genetik. Fakor lain yang berpengaruh yaitu bangsa, umur dan bobot tubuh.

Perkawinan akan berhasil bila dilakukan saat birahi. Siklus birahi pada kuda betina terjadi tiap 21 hari. Tanda-tanda birahi pada kuda betina yaitu daerah sekitar vulva memerah, bengkak dan hangat bila diraba, keluar lendir kental, mengeluarkan suara aneh.

Kasus birahi tenang bisa terjadi pada kuda betina. Pada kasus birahi tenang, ovulasi yang terjadi pada ovarium, tidak disertai tanda birahi yang jelas. Dalam kasus biarahi tenang, kuda betina dibawa ke lapangan dan dilepaskan bersama kuda jantan. Dengan demikian bisa terjadi perkawinan.

Perkawinan kuda
(gudanglagu.online)

Kuda yang hendak dikawinkan sebaiknya diberi perlakuan khusus 3 bulan sebelum dikawinkan. Pemberian pakan yang berkualitas diharapkan bisa menyiapkan fisik kuda menjelang kebuntingan dan atau perkawinan. Perkawinan dilakukan 2 hari setelah muncul gejala birahi dan diulang sekali lagi pada 2 hari berikut.

Kuda betina pacu yang akan dijadikan induk terlebih dahulu diistirahatkan selama 6 bulan sebelum dikawinkan. Kuda betina dara sebaiknya dikawinkan pada umur 2-3 tahun. Saat mana dewasa tubuh telah tercapai. Sedangkan kuda jantan bisa digunakan untuk mengawini betina setelah umur 2 tahun.

Estrus Post Partum (EPP) adalah birahi pertama yang muncul setelah induk beranak. Masa EPP pada kuda betina terbilang cepat yakni saat 5-10 hari pasca partus. Rata-rata EPP terjadi pada hari ke-9. Padahal umumnya pada banyak ternak, EPP terjadi pada hari ke 14 atau 2 minggu setelah beranak.

Kendati EPP terjadi pada minggu pertama setelah beranak, induk kuda sebaiknya dikawinkan lagi pada waktu 40-60 hari setelah beranak atau 2 bulan. Pertimbangannya adalah uterus membutuhkan waktu selama 40 hari untuk kembali ke posisi normal pasca beranak. Perkawinan pada waktu 2 bulan pasca beranak bisa diperoleh persentase kebuntingan hingga 80 %.

Guna merangsang birahi kuda betina dalam waktu yang cepat, manajemen penggembalaan perlu diatur. Disarankan untuk menempatkan kuda pejantan di tengah kelompok kuda betina saat berada digembalakan. Ratio pejantan dengan betina yang disarankan adalah 1 : 20.

Fertilitas induk mencapai puncak tertinggi pada 2 hari sebelum birahi atau estrus. Perkawinan bisa dilakukan pada hari pertama birahi khusus bagi induk dengan masa birahi pendek yakni 1-3 hari. Induk dengan lama birahi 5-10 hari baiknya dikawinkan pada hari ke-2 dan diulang pada hari ke-4 setelah gejala birahi tampak. Induk kuda yang memiliki masa birahi pendek bisa dikawinkan sepanjang waktu.

Perkawinan kuda bisa secara alamiah dan secara buatan lewat Inseminasi Buatan (IB). IB dilakukan dengan semen yang diperoleh dari pejantan pilihan. Pejantan penghasil semen dipelihara khusus dengan pemberian pakan yang berkualitas, latihan fisik, dan tidak sering dipekerjakan. Penampungan semen dilakukan saat umur kuda mencapai 2 tahun.

Penampungan dilakukan menggunakan vagina buatan. Semen tertampung kemudian diencerkan, dibekukan lalu disimpan. Perlakuan pada semen beku kuda dilakukan sesuai prosedur IB pada sapi.

Masa bunting kuda terjadi antara 335-340 hari atau kurang lebih 11 bulan. Gejala yang ditunjukkan induk bunting yaitu perut nampak membesar, rambut tubuh mengilap, pergerakan lambat, gelisah. Pengamatan juga dilakukan 21 hari pasca perkawinan. Bila tidak terjadi birahi, kemungkinan terjadi kebuntingan.

Manajemen Pemeliharaan Kuda

Manajemen pemeliharaan ternak memiliki peran paling penting dalam keberhasilan usaha peternakan. Manajemen pemeliharaan meliputi manajemen pakan, kesehatan, perkandangan dan reproduksi. Pengelolaan reproduksi kuda dengan baik dan tepat bisa mendatangkan keuntungan yang besar.

Penggembalaan kuda
(ditjennak.pertanian.go.id)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dan merupakan bagian penting dari pemeliharaan meliputi; perkandangan, manajemen pakan, perawatan kuda (grooming) dan manajemen kesehatan.

1. Perkandangan
Kandang kuda yang banyak digunakan adalah jenis single stall. Lokasi untuk latihan atau exercise sebaiknya disediakan di sekitar kandang. Bahan-bahan untuk pembuatan kandang kuda diusahakan dari bahan yang sederhana, mudah diperoleh, tersedia dalam jumlah banyak dan murah. Bahan harus memiliki kualitas yang baik dan kuat.

Pembuatan kandang kuda di daerah tropis perlu memperhatikan keberadaan ventilasi. Ventilasi yang baik menjamin sirkualsi udara berlangsung secara lancar. Bentuk ventilasi yang baik berbentuk puncak pada atap. Sedangkan ventilasi atau jendela kandang diupayakan sama tinggi atau sejajar dengan kepala kuda.

Atap kandang berfungsi melindungi kuda dari terpaan panas matahari secara langsung, hujan, dan suhu udara yang dingin saat malam hari. semakin tinggi atap kandang akan semakin baik bagi kuda. Hal ini karena sirkulasi udara semakin lancar. Akan tetapi secara ekonomis kurang menguntungkan sebab biaya bangunan akan bertambah.

Atap kandang dibuat dengan kemiringan antara 30 sampai 45°. Bahan atap kandang sebaiknya dipilih yang memiliki kemampuan memantulkan radiasi dari sinar matahari. Sirkulasi udara yang baik yang baik sangat menunjang kesehatan kuda dan menghindari kuda dari penyakit pernafasan.

Ketersediaan air minum pada tiap kandang harus diperhatikan. Terutama bagi induk kuda yang sedang menyusui. Kekurangan konsumsi air pada induk menyusui menyebabkan penurunan produksi air susu. Saluran pembuangan feses atau drainase harus tersedia di kandang. Selain itu, terdapat fasilitas penerangan dan kipas angin.

Lantai kandang kuda selalu diberi alas rumput-rumput kering atau jerami dan serbuk gergaji. Alas kandang diusahakan selalu terjaga kebersihannya dan dalam kondisi kering. Tujuan pemberian alas kandang yaitu melindungi kuda ketika beristirahat, memberi kehangatan, memberi rasa nyaman dan melindungi kaki kuda dari lantai kandang yang keras.

Alas lantai kandang diupayakan tidak licin dan atau kasar yang bisa menimbulkan lecet dan luka luka pada kaki kuda. Alas kandang harus selalu kering agar tidak menjadi sumber penyakit. Fasilitas pelengkap atau pendukung untuk peternakan kuda yaitu dilengkapi dengan gudang peralatan, gudang pakan, dan kandang perawatan, kandang isolasi dan tempat penampungan dan pengolahan limbah.

2. Manajemen Pakan
Kuda tidak termasuk ternak ruminansia atau memamahbiak. Kendati demikian, kuda memiliki caecum yang besar dengan kandungan mikroorganisme yang bisa mencerna pakan berserat. Oleh karenanya kuda bisa memanfaatkan hijauan dan jerami sebagai pakan dengan bantuan mikroorganisme.

Kebutuhan pakan kuda vervariasi sesuai aktivitas dan peruntukkan kuda tersebut. Induk kuda yang sedang menyusui anak atau laktasi membutuhkan protein dalam jumlah tinggi. Kebutuhan gizi bagi kuda muda yang dalam pertumbuhan lebih tinggi dari kuda dewasa. Kuda diistirahatkan membutuhkan energi dari pakan yang lebih sedikit.

Pakan utama kuda adalah hijauan rumput. Jenis-jenis rumput yang sering diberikan pada kuda seperti Panicum maximum dan Brachiaria mutica dan beberapa jenis rumput lain. pemberian hijauan rumput cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok kuda. Akan tetapi, bagi kuda pacu perlu diberi pakan tambahan berupa konsentrat dan penyuntikan vitamin. Hijauan pakan pada kuda bisa diberikan dalam bentuk dan dalam bentuk kering (hay).

Pakan konsentrat adalah pakan tambahan yang kaya akan kandungan energi dan atau kandungan protein. Bahan-bahan konsentrat suber energi yaitu gandum, jagung, produk tepung, sorgum, dedak padi, bekatul. Selain itu bisa juga gula bit, tetes atau molasses, rumput kering, kacang-kacangan seperti bungkil kedelai dan bungkil kacang tanah, jerami kacang tanah.

NRC (1989) menetapkan pakan konsentrat berupa biji-bijian sebagai pakan utama sumber energi bagi kuda. Komposisi air di dalam tubuh kuda mencapai 70 % sehingga ketersediaan air perlu dijamin.

Kandungan nutrisi pada hijauan pakan kuda dipengaruhi oleh jenis hijauan, kesuburan tanah, suhu lingkungan, kelembaban, dan umur panen. Hijauan yang mengandung racun atau toksin dalam jumlah tinggi sebaiknya tidak diberikan.

Secara umum, pakan kuda dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu;
a. Pakan biji-bijian sebagai sumber energi pada konsentrat. Contohnya biji gandum (oat), barley dan jagung.
b. Pakan sumber protein. Sumber protein hewani seperti tepung tulang, tepung susu. Sumber protein nabati seperti; kedelai dan kacang-kacangan.
c. Pakan intermediate seperti jerami kering, umbi-umbian dan tepung rumput.
d. Pakan hijauan seperti rumput, hay, haylage dan silase.

Pemberian pakan pemeliharaan yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok. Jumlah pemberian pakan bergantung pada umur, jenis kuda, tipe kuda, dan aktivitas rutin atau peruntukan kuda. Pemberian pakan dilakukan 3 kali dalam sehari. Jika pakan tersebut dihabiskan maka pemberian selanjutnya harus ditingkatkan frekuensi pemberiannya. Sebaliknya bila tidak dihabiskaan maka frekuensi pemberian dikurangi atau pengurangan jumlah pemberian.

Kuda pacu mulai dilatih pada umur 3 tahun. Pemberian pakan pada kuda pacu disesuaikan dengan intensitas latihannya. Pakan konsentrat ditambah jumlahnya bila intensitas latihannya meningkat.

Berdasarkan umur, ternak kuda dibagi menjadi empat kelompok, yakni umur 1-6 bulan, 6-12 bulan, 12-24 bulan, dan lebih dari 24 bulan. Pakan khusus tidak diperlukan bagi kuda berumur 1-6 bulan. Hal ini karena anak kuda masih menyusu pada induk.

Kebutuhan pakan induk perlu diperhatikan jumlah maupun kualitasnya. Kebutuhan pakan induk menyusui dan induk bunting sebesar 3 kali lipat. Nutrisi utama dan harus diperoleh induk yaitu vitamin dan mineral. Pakan leguminose dan bungkil-bungkil berfungsi meningkatkan produksi air susu. Pemberian pakan dilakukan 2-3 kali dalam satu hari.

Pakan bagi induk kuda sedang laktasi sebaiknya mengandung protein sebanyak 17-18 %. Pemberian pakan biji-bijian yang disarankan bagi anak kuda yaitu 1 kg per ekor per hari. Vitamin dan mineral yang dibutuhkan ternak berasal dari pakan. Mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh seperti Kalsium (Ca) dan Fosfor (P). Kebutuhan Ca lebih tinggi dari P. Kadar P yang lebih tinggi dari Ca menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi kuda. Mineral mikro yang dibutuhkan kuda bisa disediakan dalam bentuk mineral blok (balok) dan digantung sekitar kuda supaya dapat dijilat-jilat.

3. Perawatan Kuda
Perawatan kuda (grooming) merupakan upaya menjaga kebersihan tubuh kuda, merangsang sirkulasi darah, sirkulasi kelenjar getah bening dan membuat rambut tubuh mengilap karena minyak alami tubuh yang nampak ke permukaan tubuh. Grooming dilakukan dengan menyikat bagian atas tubuh, membersihkan noda pada tubuh, mencuci mata dan moncong serta keempat kaki.

Memandikan kuda bisa dilakukan pada waktu tertentu. Kuda yang telah dimandikan lalu dikeringkan dengan alat penyerap air. Kepala, badan dan kaki dikeringkan menggunakan handuk kering dan bersih. Kebersihan kuda penting dilakukan guna mengendalikan kuda dari infeksi mikroba patogen yang merugikan.

Kuda yang baru didatangkan dari luar daerah perlu diisolasi selama sebulan. Isolasi bertujuan mengontrol kesehatan kuda dan meminimalisir potensi penyebaran peyakit pada kawanan kuda yang ada di peternakan. Kuda yang terkena penyakit akan menunjukkan gejalanya saat diisolasi. Dengan demikian, pengobatan bisa dilakukan untuk menyembuhkan kuda yang terinfeksi.

4. Manajemen Kesehatan
Manajemen kesehatan kuda meliputi upaya pencegahan penyakit, pemberian obat cacing, dan perlakuan pertama pada kuda yang sakit. Dengan pengawasan yang cermat, peternak bisa mendiagnosa secara tepat penyakit yang menyerang kuda.

Pentingnya pengamatan yang rutin pada ternak yaitu mengetahui gejala kuda yang terserang penyakit. Gejala umum yang ditunjukkkan oleh ternak yang mengalami gangguan kesehatan yaitu menurunnya nafsu makan atau kehilangan nafsu makan sama sekali.

Tanda-tanda kuda dalam keadaan sehat yaitu rambut tubuh nampak halus, lembut dan mengilap, kulit cepat dan mudah kembali ke posisi semula bila dicubit atau dilipat. Kulit yang lambat kembali ke posisi semula menandakan ternak mengalami kekurangan air atau dehidrasi dan atau kekurangan lemak di bawah kulit (subkutan).

Inti dari upaya membebaskan ternak dari serangan penyakit adalah mengusahakan ternak selalu dalam kondisi sehat. Menjaga kesehatan bisa dilakukan dengan sanitasi kandang, vaksinasi secara berkala dan pemberian obat cacing.

Sanitasi dilakukan pada kandang, lingkungan sekitar kandang, peralatan peternakan dan kebersihan pakan. Lantai kandang diupayakan selalu kering dan bersih, sirkulasi udara berlangsung lancar.

Vaksinasi merupakan upaya mencegah serangan suatu penyakit menggunakan cara immunoprofilaktis guna mendapatkan kekebalan aktif akibat terbentuknya antibodi dalam tubuh. Vaksinasi dilakukan secara berkala untuk menghindari penyakit-penyakit tertentu yang bersifat menular.

Pemberian obat cacing sangat penting terutama bagi peternak yang menerapkan sistem pemeliharaan ekstensif. Pemberian obat cacing dilakukan secara teratur setiap 3 bulan sekali.

Manajemen Kesehatan Kuda

Manajemen kesehatan kuda meliputi beberapa hal yaitu sanitasi kandang dan peralatan peternakan, pencegahan penyakit pada ternak, vaksinasi, isolasi, pemberian obat cacing dan pengobatan kuda yang terserang penyakit.

a. Sanitasi
Sanitasi kandang dilakukan secara rutin tiap hari sekali pada pagi hari. sanitasi kandang meliputi pembersihan lantai kandang, dinding, pintu dan langit kandang. Pengangkutan feses dilakukan tiap pagi dan sore.

Sterilisasi kandang dilakukan secara berkala tiap 3 bulan. Untuk kandang kuda yang beralaskan jerami atau rumput kering, alas kandang dikeluarkan untuk dijemur dan dimasukkan kembali.

Grooming
(pixabay.com)

Feses yang terdapat pada alas kandang dikkeluarkan untuk dikumpul pada tempat penampungan. Tempat pakan dan minum dibersihkan sesering mungkin sesuai frekuensi pemberian pakan. Pembersihan dilakukan dengan pencucian dan pengeringan tempat pakan.

b. Pencegahan penyakit
Upaya penecgahan meliputi beberapa langkah penting yaitu;
Pemeriksaan rutin; pemeriksaan rutin (grooming) pada kuda dilakukan minimal 3 kali dalam sehari. Pemeriksaan rutin dilakukan saat dikeluarkan dari kandang, saat diumbar dan saat dimasukkan kembali ke kandang. Pemeriksaan suhu anak kuda dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Pemeriksaan kuku; dilakukan untuk mencegah penularan penyakit lewat kuku akibat kotor. Pemeriksaan kuku kuda minimal dilakukan sebulan sekali. Pemeriksaan kuku diakhiri dengan memotong kuku yang panjang dan membersihkan kotoran yang menempel pada sela-sela kuku.

Penanganan tali pusar; tali pusar pada anak kuda yang dipotong saat kelahiran akan meninggalkan luka. Tali pusar merupakan bagian dari tubuh. Kebersihan tali pusar yang tidak optimal bisa menjadi tempat infeksi bibit penyakit. Perawatan tali pusar dilakukan dengan mengoleskan yodium tincture 10 % pada bekas luka.

c. Vaksinasi
Vaksinasi; upaya membangun kekebalan tubuh kuda terhadap penyakit tertentu yang berbahaya. Vaksinasi yang harus dilakukan pada anak kuda yaitu vaksin Equivac-T atau Tetanus Toxoid (TT) untuk mencegah penyakit Tetanus. Vaksinasi ini diberikan pada akan kuda umur 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan. Vaksinasi ulang dilakukan pada umur 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, dan diulangi tiap 2 tahun. Sedangkan vaksinasi pada induk bunting dilakukan pada umur kebuntingan 10 bulan. Tujuannya memberi kekebalan tubuh pada anak kuda yang akan dilahirkan.

d. Pemberian obat cacing
Dilakukan secara berkala setiap 3 bulan. Pemberian obat cacing dimulai dari anak kuda berumur 3 bulan. Pemberian dilakukan per oral (lewat mulut/dicekok). Obat cacing yang bisa diberikan pada anak kuda adalah Ivermectin. Dosisi pemberian yang dianjurkan yaitu 170 mg per 100 kg bobot badan.

Obat cacing yang diberikan pada kuda dewasa yaitu Rintal 10 % atau Panacur. Dosis pemberian Rintal yaitu 600 mg per 100 kg bobot tubuh. Jenis obat cacing Rintal berbentuk bubuk sehingga bisa ditambahkan ke dalam pakan yang berbentuk tepung atau pelet. Sedangkan dosis Panacur yaitu 30 ml per ekor.

e. Isolasi
Isolasi atau karantina dilakukan pada kuda yang sakit akibat infeksi penyakit tertentu. Isolasi bertujuan mencegah penularan penyakit kepada kuda yang sehat dan memudahkan dalam penanganan secara khusus. Karantina juga dikenakan pada kuda baru yang berasal dari luar daerah.

f. Pengobatan
Daya tahan tubuh atau sistem imun pada anak kuda lebih lemah dari kuda dewasa. Kesehatan anak kuda pra-sapih sangat mempengaruhi populasi dan produk kuda di Indonesia. Penyakit yang sering menyerang anak kuda pra-sapih atau di bawah 6 bulan yaitu kolik, diare, batuk dan pilek, cacingan, pincang dan sakit mata.

Gangguan kesehatan berupa kolik bisa diatasi dengan membawa anak kuda berjalan-jalan di sekitar kandang atau padang penggembalaan. Penanganan terhadap anak kuda yitu mengeluarkan feses dari rektum lalu diberi analgesik. Pengobatan bisa menggunakan Nufamag yang diberi peroral dengan dosis 65 ml.

Pengobatan kolik keracunan dan diare menggunakan obat jenis anti flatulent seperti Mylanta. Pada kasus kolik yang parah, penanganan bisa dilakukan dengan memasukkan air, garam dan minyak sayur langsung ke lambung kuda melalui selang yang dimasukkan dari hidung sampai ke lambung.

Perlakuan lain yang bisa dilakukan yaitu mempuasakan ternak kuda, memberi pakan rumput-rumput atau jerami kering, menambah bikarbonat pada air minum dan mengistirahatkan kuda.

Diare disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan jamur. Faktor anatomis yang bisa menyebabkan diare yaitu sifat sensitif, dan ketidakseimbangan hormon tubuh. Penyebab mekanis yaitu tahap anak kuda belajar makan, pemberian pakan yang berjamur. Pengobatan diare dilakukan dengan pemberian Norit 20 biji dan antibiotik seperti Amoxcillin. Pengobatan dilakukan secara injeksi Intra Muscular atau penyuntikan pada otot.

Jenis-Jenis Kuda Di Indonesia

Kuda termasuk hewan yang telah mengalami domestikasi atau penjinakan. Penjinakan kuda berasal dari tiga jenis kuda liar yaitu kuda, keledai dan zebra. Kuda tidak termasuk hewan yang memamahbiak. Kendati demikian, kuda membutuhkan hijauan pakan sebagai salah satu jenis pakan yang dikonsumsi. Hanya saja konsumsi pakan berupa hijauan lebih sedikit dibanding ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba.
Kuda Sandel dari Sumba
(bibit.ditjennak.pertanian.go.id)

Ciri-ciri umum yang tampak dari penampilan kuda yaitu kepala berbentuk bulat agak memanjang, bentuk perototan sangat padat, tulang dan otot pada kaki dan paha nampak menonjol, rambut ekor berwarna hitam dan terkadang campuran. Secara kuantitatif, bobot rata-rata kuda dewasa berkisar antara 380 sampai 1000 kg dan tinggi kuda dewasa mencapai 1,4 hingga 1,8 m. Kecepatan lari kuda bisa mencapai 48 km per jam. Kuda termasuk hewan berumur panjang. Umur kuda bisa mencapai 30 tahun dan periode gestrasi 11-12 bulan.

Berdasarkan ukuran tubuh, postur dan kegunaannya, kuda dibagi ke dalam tiga tipe. Tipe-tipe kuda berdasarkan postur, ukuran dan kegunaannya yaitu;
a. Kuda tipe ringan
Kuda yang termasuk dalam tipe ini memiliki tinggi 1,45 sampai 1,70 m, bobot tubuh berkisar antara 450 hingga 700 kg. Ciri-ciri kuda tipe ringan antara lain ukuran tulang kecil, kaki nampak tipis. Sifat kuda ringan yakni bersemangat, aktif dan gesit.
Oleh karena memiliki kelincahan ditunjang dengan bobot yang cenderung ringan, kuda tipe ini seringkali dimanfaatkan sebagai kuda tunggang, kuda pacu dan kuda tarik.

b. Kuda tipe berat
Kuda tipe berat memiliki tinggi yang relatif sama dengan kuda ringan yakni berkisar antara 1,45 sampai 1,75 m. Bobot tubuh kuda mencapai lebih dari 700 kg. Gerakan kuda tipe ini cenderung lambat karena bobot badan yang besar dan berat.

c. Kuda poni
Tinggi kuda poni kurang dari 1,45 m dan bobot tubuhnya berkisar antara 250 kg sampai 450 kg. Beberapa kuda poni termasuk keturunan dari kuda tipe ringan. Sifat kuda poni adalah lincah, ramah dan jinak.

Penyebaran kuda di Indonesia sudah berlangsung dalam waktu yang lama. Belum ada catatan yang lengkap mengenai penyebaran kuda-kuda tersebut. Jenis-jenis kuda di Indonesia ada beberapa jenis diantaranya yaitu;
1. Kuda Sandel
Kuda Sandel berasal dari Pulau Sumba. Kuda Sandel sering juga disebut kuda Sumba. Kuda Sumba merupakan salah satu kuda terbaik di Indonesia. Ciri-ciri kuda Sandel yaitu; bentuk tubuh serasi dan cenderung kecil, ukuran kepala kecil, rambut tubuh lembut dan mengilap, semangat dan agresif, bagian tubuh depan lebih besar dari bagian belakang, ekor tampak tinggi, memiliki beberapa warna, kuku pada keempat kaki kuat dan keras. Tinggi kuda Sandel mencapai 1,3 m dan kecepatan larinya tinggi.

2. Kuda Sumbawa
Banyak tersebar di Pulau Sumbawa, NTB. Kuda Sumbawa terbagi menjadi dua ras yaitu Kuda Sumbawa dan Kuda Bima. Postur tubuh kuda Bima lebih pendek rendah dari Kuda Sumbawa. Tinggi kuda Sumbawa berkisar antara 1,0 sampai 1,25 m. Sifat khas kuda Sumbawa adalah sabar. Kuda Sumbawa termasuk tipe kuda beban atau tipe kerja.

3. Kuda Sawu
Kuda sawu terdapat di Pulau Sawu. Kuda Sawu termasuk kuda yang dimanfaatkan tenaganya untuk menarik beban.

4. Kuda Timor
Kuda Timor penyebarannya banyak di Pulau Timor. Ciri-ciri kuda Timor antara lain tubuh berbentuk lurus, punggung nampak lurus, ukuran leher pendek, bahu, tengkuk dan ekor agak tinggi. Warna rambut pada tubuh kuda Timor bervariasi. Tinggi kuda Timor sekitar 1,3 m dan sering digunakan sebagai kuda tarik.

5. Kuda Flores
Kuda Flores banyak tersebar di pulau Flores. Kuda Flores terbagi menjadi dua jenis berdasarkan daerah sebaran yaitu Kuda Manggarai dan Kuda Ngada. Ciri umum kuda Flores yaitu warna kulit coklat kemerahan. Kuda Flores sering dimanfaatkan sebagai kuda tarik.

6. Kuda Sulawesi
Kuda Sulawesi dibagi menjadi dua yaitu kuda Bone dan kuda Mahar. Ciri kuda Sulawesi antara lain ketahanan tubuh tinggi, keempat kaki kokoh dan kuat, tempramennya stabil.

7. Kuda Jawa
Sebarannya banyak di daerah Jawa. Ciri-ciri kuda Jawa antara lain tahan terhadap panas, jinak atau ramah, kaki dan sendi-sendi tidak berkembang optimal, postur tubuh senderung kecil, kekuatan tubuh baik. Kuda Jawa sering dimanfaatkan tenaganya sebagai kuda penarik beban.

8. Kuda Aceh
Daerah sebaran kuda Aceh adalah di sekitar danau Toba. Karena itu, kuda Aceh sering disebut kuda Batak. Ciri-ciri kuda Aceh antara lain memiliki tinggi sekitar 1,32 m, rambut pada ekor dan tengkuk nampak bagus, posisi ekor tinggi, kaki belakang agak ramping, rump tinggi, ukuran punggung panjang dan sempit, kepala serasi, bentuk muka lurus, leher kelihatan lemah dan pendek.

Jenis-jenis kuda di Indonesia yang didatangkan dari luar negeri antara lain:
1. Kuda Arab
Kuda Arab berasal dari Arab Saudi. Kuda Arab banyak tersebar di Suriah dan Mesir. Ciri kuda Arab yaitu ukuran tubuh relatif pendek sekitar 1,6 m, bobot tubuh sekitar 500 kg. Kuda Arab memiliki kemampuan berlari yang cepat. Karena itu kuda Arab sering digunakan sebagai kuda pacu.

Kuda Arab
(www.agrobisnisinfo.com)

2. Kuda Thoroughbred
Kuda Thoroughbred merupakan kuda keturunan kuda Arab. Pengembangan kuda ini dilakukan di Inggris. Ciri kuda Thoroughbred antara lain warna rambut dan kulit bervariasi, aktif dan bersemangat, kaki dan muka berwarna putih. Secara kuuantitatif, tinggi kuda ini mencapai 1,7 m dan bobot tubuh sekitar 500 kg. Kuda Thoroughbred sering digunakan sebagai kuda pacu.

3. Kuda Australia
Kuda Australia merupakan keturunan dari kuda Thoroughbreed yang menyebar sampai ke Amerika. Di Australia terdapat berbagai jenis kuda yang berasal dari Inggris seperti kuda Suffolk dan kuda Shire dan kuda Clydesdale untuk menarik menarik beban berat, Kuda Inggris untuk pacuan, dan kuda Hackney untuk menarik beban yang ringan.

4. Kuda Percheron
Banyak tersebar di Perancis dan termasuk kuda yang dimanfaatkan untuk menarik beban.

5. Kuda Belgia
Tersebar di Belgia dan sering dimanfaatkan tenaganya untuk menarik beban.

Memilih Kuda Bibit

Pemilihan bibit kuda biasa dilakukan menggunakan tiga metode seleksi. Metode-metode yang sering digunakan yaitu penelusuran silsilah tetua calon bibit, penampilan tubuh atau performans dan pengamatan langsung untuk menilai kondisi tubuh dan pemeriksaan kesehatan kuda. Bangsa kuda yang paling populer untuk kuda pacu yaitu Quarter Horse dan Thoroughbred.

Pemilihan bibit kuda yang baik biasa didasarkan pada penampilan atau konformasi tubuh. Bagian tubuh terpenting yang mendukung penampilan kuda yaitu bentuk atau proporsi tubuh dan kekuatan kaki. Penampilan ini bisa diperoleh bukan saja dari faktor genetik atau keturunan melainkan juga dari latihan dan manajemen pemeliharaan yang baik.

Kuda bibit

Faktor-faktor yang bukan berasal dari genetik kuda yang memiliki pengaruh terhadap penampilan kuda yaitu jenis kelamin, kondisi tubuh, manajemen pemeliharaan kuda, serta perawatan anak kuda. Bila faktor ini diterapkan dengan baik di dalam manajemen pemeliharaan disertai dukungan faktor genetik, kuda yang dihasilkan akan sangat potensial dan berkualitas.

Anak kuda yang unggul dihasilkan dari tetua yang unggul. Baik itu dari induk maupun pejantan unggul. Kendati bergantung dari kedua tetuanya, kuda pejantan cenderung memiliki peran yang lebih menentukan penampilan anak kuda. Kuda pejantan yang berkualitas akan menghasilkan keturunan yang unggul. Akan tetapi hal tersebut di atas dipengaruhi oleh kondisi pejantan atau induknya.

Dalam memilih bibit kuda induk, syarat-syarat yang perlu diperhatikan yaitu sehat, posisi tubuh tegap, bentuk tubuh panjang dan lebar. Kuda betina sebaiknya memiliki sifat keindukan tinggi dan produksi susu saat laktasi tinggi. Hal ini dimaksudkan agak anak kuda tidak mati karena lemah akibat kurang susu. Kuda betina berfungsi sebagai kuda induk.

Kuda yang akan digunakan sebagai kuda pejantan juga perlu diseleksi secara seksama. Seleksi yang baik akan menghasilkan calon pejantan yang baik dan berkualitas. Syarat-syarat pemilihan bibit kuda calon pejantan yaitu berasal dari tetua yang berkualitas, temperamen tenang, keinginan kawin atau libido tinggi, proporsi tubuh, organ reproduksi normal dan tidak ada kelainan, tidak menderita penyakit turunan dan tidak menderita kelainan kromosom. Guna memastikan calon pejantan memenuhi syarat-syarat di atas, bisa dilakukan pemeriksaan sampel sampel darah dan pemeriksaan kualitas sperma.

Penilaian terhadap konformasi tubuh calon kuda pejantan diantaranya didasarkan pada bentuk fisik yakni struktur tulang, keserasian antara tinggi, panjang, lebar dada, bentuk kepala telinga dan sebagainya. Calon kuda pejantan harus berasal dari tetua yang berkualitas. Hal ini karena sifat genetik atau turunan sebagai kuda pejantan diturunkan dari pejantan dan indukan yang unggul pula. Oleh karenanya, catatan silsilah calon kuda pejantan tersebut harus ada dan lengkap.

Manajemen Reproduksi Sapi

Menurut Partodihardjo (1992), dengan manajemen pemeliharaan yang baik, ternak sapi di Indonesia bisa mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin pada umur 12 bulan dengan kisaran 10-12 bulan. Kendati demikian, sapi betina sebaiknya baru dikawinkan pada umur 14-16 bulan setelah mencapai dewasa tubuh.

Sapi Induk
(nugroho-slamet-w.blog.ugm.ac.id)

Sapi betina yang bunting tua dipelihara terpisah dari kelompoknya. Jarak kelahiran (calving interval) yang ideal bagi sapi Bali adalah 12 bulan. Faktor-faktor yang menyebabkan panjangnya jarak kelahiran yaitu; nutrisi pakan, genetik, tahapan seekor induk beranak (paritas), kesehatan reproduksi, dan umur induk.

Menurut Toelihere (1981), faktor lain yang menyebabkan panjangnya jarak kelahiran yaitu anestrus pasca beranak (62%), gangguan fungsi ovarium dan uterus (26%), 12 % oleh gangguan lain.

Umur sapi Bali saat beranak atau partus pertama adalah 24 bln. Dengan manajemen pemeliharaan yang baik, sapi dara sudah seharusnya dikawinkan pertama kali pada umur 15 bulan.

Masa kebuntingan sapi Bali yaitu 9 bulan 10 hari atau 280 hari. Masa Estrus Post Partum atau berahi pertama setelah beranak terjadi pada hari ke-160. Bebeda dengan sapi-sapi sub-tropis yang hanya berkisar 50-60hari.

Masa involusi uterus terjadi pada hari ke-45. Involusi uterus adalah masa kondisi uterus kembali ke posisi normal setelah induk beranak. Dengan demikian, perkawinan pertama setelah beranak (post partum matting) baru dapat dilakukan pada umur 63 hari atau saat terjadi berahi kedua.

Manajemen reproduksi sapi Bali yang tepat dan efisien ditunjang dengan waktu penyapihan dini, bisa menghasilkan 1 ekor pedet dalam setahun dan atau 2 ekor dalam 3 tahun.

Affandhy et al. (2001) menyatakan bahwa penyapihan pedet yang dilakukan pada umur 84 hari dengan pemberian susu induk atau penyusuan tanpa dibatasi, menunjukkan kinerja ovarium mencapai 90% dan terjadinya estrus mencapai 50 %. Sedangkan pada umur penyapihan pedet 4-6 bulan, masa anestrus post partum dan jarak beranak akan semakin panjang. Dengan demikian, efisiensi reproduksi sapi semakin rendah.

Manajemen Pemeliharaan Pedet

Pedet adalah sapi berumur 2 bulan atau lepas sapih sampai berumur kurang lebih 6 bulan. Waktu penyapihan pedet bervariasi. Pemeliharaan pedet harus dimulai sejak pedet dalam kandungan. Perlakuan yang diperlukan untuk jaminan kesehatan pedet adalah dengan memperhatikan mengurangi pemakaian sapi bunting sebagai tenaga kerja dan memperhatikan jumlah dan kualitas pakannya. Terutama bagi sapi betina yang telah bunting tua atau 3 bulan menjelang partus.

Anak sapi (pedet)
(www.bibitternak.com)

Sapi betina bunting perlu diberi pakan tambahan. Tujuannya adalah menyediakan suplai makanan bagi pedet di dalam kandungan dan bagi tubuh induk sendiri. Pemberian pakan tambahan berupa konsentrat dapat diberikan sebanyak 2,5–3,0 kg. Standar gizi pakan untuk sapi betina bunting pada setiap peternakan berbeda-beda. Standar yang sering dijadikan acuan adalah yang telah dilampirkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

Tanda-tanda kelahiran pedet yaitu ambing membesar dan nampak tegang, urat daging di sekitar vulva mengendor, di bagian kanan dan kiri pangkal ekor nampak adanya legok. Induk sapi yang menunjukkan tanda seperti di atas sebaiknya ditempatkan di kandang yang bersih dan kering. Kandang untuk partus atau beranak sebaiknya dilengkapi dengan jerami padi atau serbuk kayu kering sebagai alas lantai.

1. Penanganan Kelahiran Pedet
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dan dilakukan setelah pedet dilahirkan yaitu; membersihkan lubang hidung dan mulut dari lendir, lalu seluruh tubuh. Usahakan induk sapi membersihkan pedet dengan menjilati tubuh pedet selama 10 - 15 menit.

Bila pedet kesulitan bernafas, perlu diberikan nafas buatan. Caranya adalah dengan menaik-turunkan kedua kaki belakang sampai pedet bernafas normal. Bila masih belum bernafas normal, lakukan penekanan dan peregangan secara bergantian sampai dapat bernafas dengan baik. Apabila pedet tidak dapat mengangkat kepalanya, berikan perlakuan dengan mengangkat dan menurnunkan pedet beberapa kali lewat melalui kaki belakang hingga sisa lendir keluar dari mulut dan hidung.

Potong tali pusar 3-5 cm dari perut dan olesi dengan desinfektan seperti yodium tincture. Timbang pedet untuk mengetahui berat lahir. Apabila pedet lahir sehat dan kuat biasanya setengah jam setelah lahir sudah dapat berdiri sendiri.

Selanjutnya yaitu masukkan pedet ke kandang yang sudah dipersiapkan yaitu kandang yang sudah dibersihkan dan di beri alas (bedding) supaya hangat. Kriteria pedet yang baik adalah bobot badan lahir 31,5 – 51,5 kg, bulu badan mengilap, mata bersinar, lincah dan mampu berdiri dalam waktu yang relatif tidak lama.

2. Pemberian Kolostrum
Pedet yang baru lahir diupayakan harus memperoleh kolostrum. Kolostrum adalah susu yang dihasilkan oleh induk setelah melahirkan sampai umur pedet 5-6 hari. Makin cepat kolostrum masuk ke abomasum dan intestinum, penyerapan antibodi ke dalam darah semakin cepat. Akibatnya kemampuan pedet melawan penyakit makin baik.

Kolostrum mengandung antibodi, mudah diserap oleh dinding usus pedet, memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dari susu biasa terutama protein, mineral, lemak, dan vitamin. Selain itu, kolostrum juga mengandung enzim yang mampu menggertak fungsi sel-sel alat pencernaan, mengandung inhibitor trypsin.

Pemberian kolostrum dapat dilakukan dengan botol yang diberi selang karet lunak dan menggunakan ember. Pemberian kolostrum dengan ember perlu kesabaran. Biarkan pedet menjilat jari yang telah dibasahi kolostrum. Perlahan-lahan bawa ke dalam ember hingga mulut pedet masuk ke dalam kolostrum. Perlahan-lahan lepaskan jari dari mulut pedet. Perlakuan tersebut perlu diulang sampai pedet mau minum kolostrum.

3. Pemberian Susu
Pemberian susu dimulai pada hari ke-8 sampai umur 3 bulan dan diberikan 2 kali dalam sehari. Berikan susu dalam keadaan segar dan hangat. Jumlah susu yang diberikan sesuai dengan umur pedet, menggunakan wadah yang bersih. Pemberian diusahakan pada waktu yang sama setiap harinya. Standar pemberian susu pada pedet bervariasi. Biasanya pada peternakan rakyat, pedet dibiarkan bersama induk hingga umur 205 hari.

4. Pemberian Pakan
Pedet akan bertumbuh dengan optimal jika diberi pakan yang terjamin kualitas dan kuantitasnya. Bobot lahir yang tinggi mengindikasikan bahwa pedet berasal dari tetua dengan kualitas baik. Sehingga potensi produktivitasnya sangat tinggi.

Pada umur satu minggu, lambung pedet masih sederhana. Rumen, retikulum dan omasum belum berkembang. Abomasum merupakan bagian yang terbesar (70%) dari total alat pencernaan. Susu yang diminum langsung ke abomasum lewat oesophageal groove yaitu saluran yang mencegah susu masuk ke rumen. Dan akan langsung diserap oleh intestinum.

Rumen tidak berkembang sampai konsentrat atau hijauan diberikan. Agar rumen segera berkembang maka pada umur 1 - 2 minggu, pedet mulai dilatih makan pakan kasar berupa konsentrat dan hijauan. Konsentrat pada pedet sebaiknya mengandung protein tercerna sebanyak 18 %. Pakan kasar akan masuk ke dalam rumen dan akan dicerna oleh bakteri rumen yang selanjutnya akan merangsang perkembangan rumen.

Apabila pedet diberi konsentrat dan hijauan pada umur 1 minggu maka rumen akan berfungsi secara penuh. Saat pedet berumur 2 - 3 bulan, volume rumen mencapai 70% dari volume alat pencernaan dan pada saat dewasa volume rumen 80% dan abomasum 7%. Cara melatih pedet untuk mengkonsumsi konsentrat dilakukan seperti melatih pedet saat minum susu.

5. Pengontrolan Pertumbuhan
Pengontrolan pertumbuhan pedet dilakukan dengan menimbang bobot lahir, bobot pada umur 3 bulan, umur 6 bulan, umur 9 bulan dan seterusnya. Umur penimbangan bobot badan bersifat relatif bergantung pada peternak. Pengukuran bobot badan dapat dilakukan menggunakan timbangan dan menggunakan rumus. Jika menggunakan rumus, maka perlu diukur tinggi gumba, lingkar dada dan panjang badan. Pengukuran diperlukan untuk mengevaluasi manajemen pemeliharaan sudah memenuhi standar atau belum.

Selain mengontrol pertumbuhan pedet, latihan atau exercise juga perlu dilakukan pada pedet secara terjadwal. Penggembalaan atau exercise diberikan pada pedet umur 2 minggu, 3 kali setiap minggu. Dengan penggembalaan pedet bisa bergerak bebas sehingga membantu perkembangan tubuh dan tulang.

Pemilihan Sapi Bakalan Untuk Penggemukan

Semua jenis ternak sapi dapat digunakan sebagai bakalan dalam penggemukan. Kendati demikian, tidak semua jenis ternak sapi berpotensi sebagai bakalan penggemukan. Beberapa indikator yang harus diperhatikan oleh peternak demi terpenuhinya kontinuitas sapi bakalan yaitu;

Pertama; jumlah populasi. Jumlah populasi yang maksimal sangat memudahkan peternak dalam menemukan sapi bakalan. Untuk mengetahui populasi ternak sapi di Indonesia, dapat digunakan data dari statistik peternakan nasional. Jumlah populasi ternak sapi pada tahun 2015 tercatat sebanyak 15,4 juta ekor.

Sapi bakalan
(jualhewansapimurah.wordpress.com)

Dari jumlah populasi di atas, terdapat berbagai jenis sapi potong lokal. Sapi bakalan untuk penggemukan sebaiknya dari jenis yang banyak terdapat di daerah sekitar. Hal ini dimaksud agar mengurangi biaya transportasi pengadaan bakalan. Pembengkakan biaya transportasi dapat memicu makin tingginya biaya produksi.

Dalam pemilihan sapi bakalan, dapat menggunakan sapi bakalan lokal maupun impor. Kelebihan penggunaan sapi lokal yaitu; bakalan mudah diperoleh, tersedia dalam jumlah banyak, dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau. Kekurangannya adalah memiliki efisiensi dan pertambahan bobot badan yang lebih rendah dari sapi bakalan impor.

Kedua; jumlah pertambahan populasi sapi. Pertumbuhan sapi potong setiap tahun mencapai 5,33 % atau sekitar 655.000 ekor per tahun. Pertambahan jumlah dengan melihat angka pertumbuhan ini cukup besar. Artinya, potensi ketersediaan dan kontinuitas sapi bakalan akan terjamin.

Ketiga; penyebaran sapi. Jumlah populasi sapi yang tinggi tidak mutlak merata di setiap daerah. Apalagi dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan. Karena itu, dalam pemilihan sapi bakalan harus diperhatikan penyebaran jenis sapi yang paling banyak terdapat di daerah atau lokasi peternakan dan atau daerah terdekat.

Penyebaran jenis sapi potong berbeda-beda dalam setiap daerah. Misalnya sapi Bali dan sapi Sumba Ongole banyak terdapat di Nusa Tenggara Timur (NTT). Akan tetapi, sapi Sumba Ongole mayoritas hanya terdapat di Pulau Sumba. Sedangkan untuk daerah NTT lainnya, penyebaran populasinya relatif kecil. Indikator penyebaran jenis sapi ini perlu diperhatikan untuk menjamin kontinuitas ketersediaan sapi bakalan dalam penggemukan.

Keempat; produksi karkas. Karkas merupakan bagian tubuh ternak hasil pemotongan dikurangi kepala, ke-empat kaki bagian bawah (mulai dari carpus dan tarsus), kulit, darah, organ dalam (hati, jantung, paru-paru, limpa, saluran pencernaan dan isi dan saluran reproduksi). Ginjal, lemak pelvis, otot diafragma dan ekor sering diikutkan pada karkas (Berg & Butterfield, 1976; Lawrie, 1985).

Hasil produksi karkas dinyatakan dalam persen (%), baik berdasarkan karkas panas (hot carcass) maupun karkas layu (cold carcass). Pada karkas layu biasanya terjadi penyusutan sebesar 2 – 3 %. Persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot tubuh kosong atau bobot potong dikalikan 100%. Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi ternak, bangsa, proporsi bagian-bagian non karkas, umur dan jenis kelamin. Konformasi karkas akan meningkat dengan meningkatnya bobot potong.

Produksi karkas ditentukan oleh bobot badan ternak dan persentase karkas yang dihasilkan. Tingkat produksi karkas setiap jenis sapi potong berbeda-beda. Semakin tinggi produksi karkas, semakin mahal pula harga sapi tersebut. Hal ini dikarenakan, produk utama dari jenis ternak penggemukan adalah produksi karkas.

Tabel 1. Produksi Karkas Jenis Sapi Lokal
Jenis Sapi Rataan BB Dewasa (Kg) Rataan Persentase Karkas (%) Produksi Karkas (Kg)
Sapi Peranakan Ongole (PO) 302,6 (Kg) 45,3 (%) 137,1 (Kg)
Sapi Bali 352,4 (Kg) 56,9 (%) 200,5 (Kg)
Sapi Madura 258,3 (Kg) 47,9 (%) 123,7 (Kg)
Sapi Ongole 368,0 (Kg) 44,9 (%) 165,2 (Kg)
Sumber: Studi kasus Ternak Potong, 1967

Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi karkas tertinggi ditunjukkan oleh sapi Bali, diikuti oleh sapi Madura, sapi PO dan sapi Ongole. Ditinjau dari produksi karkas, sapi Bali lebih berpeluang digunakan dalam penggemukan. Hal ini didukung oleh penyebaran sapi Bali yang mudah ditemui di berbagai daerah di Indonesia.

Kelima; efisiensi penggunaan pakan. Efisiensi pakan dapat diketahui dari angka konversi pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan pakan pada sapi Bali adalah 9,8, sapi Ongole sebesar 13,29 dan sapi Madura 13,13. Semakin rendah angka konversi pakan, semakin efisien penggunaan pakan. Pertimbangan memilih sapi bakalan selain efisien penggunaan pakan, harus juga didasarkan atas empat pertimbangan sebelumnya.

Keenam; deskripsi sapi bakalan. ciri-ciri sapi bakalan yang akan digunakan dalam penggemukan yaitu; berjenis kelamin jantan, memiliki struktur tulang yang besar kendati kondisi tubuh kurus, tinggi gumba maksimal, keempat kaki normal atau tidak pincang, testes dalam keadaan normal, berumur 1,5–2,5 tahun. Struktur tulang yang besar memungkinkan perlekatan otot yang banyak.

Sistem Penggemukan Sapi Potong

Ada beberapa sistem penggemukan ternak sapi. Perbedaan sistem penggemukan ini sering didasarkan pada teknik pemberian pakan, luasan areal lahan, umur, kondisi sapai dan jangka waktu penggemukan. Beberapa sistem penggemukan sapi potong yang dikenal antara lain;

a. Pasture Fattening
Adalah sistem penggemukan sapi yang mana sapi dilepaskan atau digembalakan di padang. Pakan yang diperoleh ternak sapi hanya bersumber dari padang penggembalaan. Oleh karena itu, dalam sistem penggemukan Pasture Fattening, padang penggembalaan diupayakan mempunyai hijauan pakan yang berlimpah dan memenuhi standar gizi yang diinginkan.

Caranya adalah menanam hijauan leguminosa (kacang-kacangan) di antara rerumputan (lapangan). Leguminose diharapkan dapat memenuhi kebutuhan protein sapi. Jenis-jenis leguminose yang disarankan yaitu Arachis, Centrocena, Lamtoro, Siratro, Desmodium trifolium.

Dalam penggemukan sistem ini, kapasitas sapi tiap luasan padang penggembalaan perlu diperhatikan agar tidak terjadi tekanan penggembalaan yang berlebihan (over grazing). Pada padang penggembalaan perlu disediakan sumber air minum dan mineral dalam bentuk blok. Tanaman leguminose berbentuk pohon dibutuhkan sebagai tempat sapi berteduh, misalnya lamtoro dan Samania Saman.

Penggembalaan sapi
(www.minang-terkini.com)

Penggemukan sistem Pasture hanya bisa dilakukan di daerah yang memilki padang penggembalaan luas. Misalnya daerah Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Penggemukan ini tidak cocok dilakukan di daerah padat penduduk seperti pulau Jawa dan Bali. Sistem penggemukan Pasture membutuhkan waktu penggemukan yang relatif lama yakni 8-10 bulan.

Biaya produksi pada sistem penggemukan ini lebih murah dibandingkan sistem yang lain. Hal ini disebabkan karena tidak membutuhkan banyak tenaga kerja dan biaya pakan rendah sebab hanya mengandalkan hijauan pakan yang tersedia di alam. Biasa untuk pakan tambahan hanyalah untuk menyediakan mineral blok.

Pengelolaan padang penggembalaan patut diperhatikan oleh peternak. Cara untuk menjaga kontinuitas ketersediaan hijauan yaitu dengan mengatur pola rotasi padang penggembalaan. Cara ini dilakukan dengan memperhatikan kapasitas sapi per luas padang.

b. Dry Lot Fattening
Adalah sistem penggemukan sapi dengan pemberian ransum berupa biji-bijian secara terus-menerus atau intensif. Ransum atau konsentrat paling banyak diberikan pada ternak sapi pada sistem ini. Konsentrat yang dibuat dapat terdiri dari dedak padi, bungkil kelapa sawit, bngkil kacang tanah, bungkil kelapa sawit, jagung, bekatul, polard, ampas tahu dan lain-lain. Perlu pula ditambahkan sumber kalsium dan mineral misalnya tepung tulang dan garam.

Pakan berupa hijauan tetap diberikan pada sapi, tapi dalam jumlah sedikit yakni 20-40 %. Sistem Dry Lot tidak sepenuhnya menggunakan konsentrat sebab secara fisiologi sapi membutuhkan serat kasar yang berasal dari hijauan. Selain itu, penggunaan pakan konsentrat di atas 60 % seringkali tidak ekonomis sebab harga konsentrat yang sangat mahal.

Penggemukan sapi
(royalpoultry.co)

Penggemukan Sistem Dry Lot sering disebut system penggemukan intensif. Pada sistem ini, sapi dikandangkan terus-menerus. Pemberian pakan dan air minum dilakukan oleh peternak. Waktu penggemukan yang dibutuhkan lebih pendek sekitar 4-6 bulan. Bahkan belakangan ada peternakan tertentu yang hanya membutuhkan waktu 3 bulan untuk penggemukan. Biasanya hal ini terjadi pada penggemukan sapi impor.

c. Kombinasi Pasture Fattening dan Dry Lot Fattening
Sistem ini banyak dilakukan di daerah sub tropis maupun tropis atas pertimbangan musim dan ketersediaan pakan. Pada daerah subtropis, sebelum salju turun pada musim dingin, sapi digemukkan dengan sistem pasture. Setelah turunnya salju, penggemukan sapi dilanjutkan dengan sistem Dry Lot.

Di daerah tropis, pada saat musim penghujan banyak hijauan pakan di padang yang tersedia sehingga dilakukan penggemukan secara pasture. Sebaliknya, memasuki musim kemarau, sapi digemukkan secara intensif di dalam kandang. Hal ini dilakukan agar kebutuhan pakan sapi dapat terpenuhi optimal.

Istilah Sistem kombinasi ini sering digunakan pada pola penggemukan; penggembalaan pada siang hari lalu dikandangkan pada malam hari. Saat dikandangkan sapi diberi pakan tambahan berupa konsentrat. Waktu penggemukan sistem kombinasi berkisar antara 6-8 bulan.

Peluang Bisnis Sapi Potong

Peternakan sapi potong hingga saat ini berada dalam kondisi yang sangat prospektif secara bisnis. Ada beberapa hal yang mejadi landasan yaitu; tingkat pendidikan yang makin maju mendorong opsi konsumsi protein semakin tinggi. Selain itu, peningkatan pendapatan per kapita penduduk yang semakin tinggi juga menjadi faktor pendukung. Protein berfungsi meningkatkan kecerdasan, meningkatkan massa otot, meningkatkan antibodi tubuh. Dengan demikian, konsumsi protein per orang yang tinggi dapat berpengaruh positif terhadap kemajuan suatu bangsa.

Daging sapi
(herosupermarket.co.id)

Dari data yang dilansir BPS tahun 2014, disebutkan bahwa tingkat konsumsi protein penduduk Indonesia telah mencapai 53,91 gr/kap/hr atau equivalen dengan 19,67 kg/kap/thn. Dari jumlah tersebut, kontribusi daging sapi baru sebesar 2,6 kg/kap/thn. Jumlah ini sangat jauh dibandingkan konsumsi negara Malaysia dan Singapura yang mencapai 15 kg/kap/thn. Atau negara Argentina yang mencapai 55 kg/kap/thn, Brazil sebesar 40 kg/kap/thn, Jerman sebesar 42 kg/kap/thn.

Tingkat konsumsi daging sapi yang rendah tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran penduduk akan pentingnya protein bagi tubuh. Persoalannya sekarang adalah dengan tingkat konsumsi yang masih rendah tersebut pun, belum bisa terpenuhi dari produksi sapi dalam negeri.

Rendahnya produksi sapi lokal disebabkan oleh banyak hal. Satu yang paling penting diantaranya adalah pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, hanya sebagai usaha sambilan. Dengan pola pemeliharaan tradisional dan sifatnya hanya sebagai usaha sambilan, maka segala aspek penting dalam pengelolaan ternak menjadi hal yang tak penting untuk diperhatikan. Mulai dari kualitas turunan yang kian hari kian kecil, pakan yang asal-asalan (kualitas dan kuantitas rendah), penangan kesehatan yang tidak diperhatikan dan tidak berorientasi bisnis. Akibatnya, meskipun secara populasi ternak sapi lokal kita telah melebihi 17 juta ekor (akhir 2015), secara kualitatif belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Berangkat dari hal tersebut di atas, usaha atau bisnis di bidang peternakan sapi potong masih sangat menggiurkan. Tentunya dengan penanganan yang terpadu mulai dari bibit, pakan serta manajemen pemeliharaan. Karenanya, kecenderungan yang menjadi pilihan saat ini adalah usaha peternakan intensif dalam jangka waktu yang pendek. Usaha yang khusus bergerak di bagian penggemukan dengan waktu minimal 3 bulan. Durasi waktu yang singkat memungkinkan perputaran modal terjadi dalam waktu yang cepat sehingga mendatangkan keuntungan yang lebih besar.

Jenis-Jenis Sapi Potong Sub Tropis

Sapi potong sub tropis dikenal sebagai sapi yang bertanduk pendek. Bahkan ada beberapa diantaranya tidak memiliki tanduk. Jenis sapi sub tropis terdiri dari dua tipe yaitu tipe perah (menghasilkan susu) dan tipe potong (menghasilkan daging). Jarang ditemukan sapi potong sub tropis digunakan sebagai ternak kerja.

Selain dicirikan oleh tanduk yang kecil, sapi sub tropis dikenal dengan bobotnya yang sangat besar. Bobot sapi potong sub tropis bahkan mampu mencapai lebih dari 1.000 kilogram (kg). oleh karena bobotnya yang relatif besar dan pertumbuhan yang cepat, sapi potong sub tropis telah banyak dikembangkan di Indonesia oleh perusahaan-perusahaan impor.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis sapi potong sub tropis yang populer untuk penggemukan.
a. Sapi Limousin
Sapi Limousin awalnya dipelihara dan dikembangkan sebagai ternak kerja di Perancis Tengah. Sapi Limousin termasuk jenis sapi yang berukuran tubuh besar tapi sedikit lebih kecil dari sapi Charolais. Sapi Limousin adalah sapi potong berkualitas baik ditandai dengan tubuhnya yang panjang dan tingkat pertumbuhannya yang cepat.
Ciri-ciri sapi Limousin warna bulu merah cokelat kecuali pada ambing berwarna putih, dari lutut ke kaki berwarna agak muda, terdapat bentuk lingkaran dengan warna agak muda di sekitar mata. Pada sapi jantan, tanduknya mengarah ke luar dan sedikit melengkung.

Sapi Limousin
(kttsejahtra.blogspot.com)

b. Sapi Simental
Sapi Simental berasal berasal dari lembah Simme di Switzerland. Sapi Simental termasuk tipe sapi penghasil daging, susu dan tenaga kerja (triguna). Produksi susu sapi Simental mencapai 3900 kg per laktasi. Ciri-ciri sapi Simental yaitu memiliki ukuran tubuh yang besar, pertumbuhan ototnya sangat baik dan tidak terdapat banyak timbunan lemak di bawah kulit, warna bulu umumnya krem kecoklatan, sedikit merah kecuali pada muka yang berwarna putih. Selain itu, dari lutut ke kaki dan ekor juga berwarna putih. Memiliki tanduk yang berukuran kecil.

c. Sapi Hereford
Sapi Hereford berasal dari daerah Hereford di Inggris. Sapi ini dikenal Karena kemampuan merumputnya yang luar biasa sehingga dijuluki ‘white faced cattle’.
Ciri-ciri sapi Hereford yaitu; tubuh rendah, tegap, lebar dan rata, perototannya baik, berwarna merah, daerah muka, dada, perut bagian bawah dan ekor berwarna putih. Bobot sapi jantan muda berumur 2 tahun mencapai 850 kg sedangkan betina pada umur yang sama mencapai 650 kg.

d. Sapi Shorthorn
Sapi Shorthorn berasal dari daerah bagian timur laut Inggris. Sapi ini mulai masuk ke Amerika Serikat pada tahun 1783 tepatnya di daerah Virginia.
Ciri-ciri sapi Shorthorn yaitu ukuran tubuh besar dan berbentuk segi empat, perototannya padat, berwarna merah hingga putih atau kombinasi merah putih, belang, bertitik-titik atau merah agak kelabu. Bobot jantan sapi dewasa mencapai 1000 kg dan sapi betina mencapai 750 kg.

e. Sapi Aberdeen Angus
Merupakan sapi potong keturunan Bos Taurus yang berasal dari Scotlandia Utara. Sapi Aberdeen Angus mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1973.
Ciri-ciri sapi Aberdeen Angus yaitu berwarna hitam, tidak memiliki tanduk, tubuh rata, lebar dan dalam, memiliki perototan yang baik. Bobot sapi jantan dewasa mencapai 900 kg dan betina dewasa mencapai 700 kg.

f. Sapi Brahman
Sapi Brahman termasuk dalam golongan Bos Indicus yang berasal dari India. Sapi Brahman masuk ke Indonesia mulai tahun 1974. Sapi ini sering dijuluki sebagai sapi tipe potong daerah tropis yang terbaik. Sapi Brahman adalah hasil seleksi dari pembauran beberapa turunan sapi Zebu (Bos Indicus) yang kemungkinan memiliki sedikit campuran darah Bos Taurus.

Ciri-ciri sapi Brahman antara lain; memiliki punuk yang besar tapi pada betina punuknya berukuran kecil, kulit tubuh tampak longgar, bergelambir, telinga menggantung, berwarna gelap keabu-abuan tapi ada yang berwarna merah. Warna pada jantan lebih gelap dari betina. Sapi Brahman sangat tahan terhadap panas, tahan terhadap gigitan caplak dan nyamuk serta dapat beradaptasi terhadap pakan dengan kualitas rendah. Bobot tubuh sapi jantan dewasa dapat mencapai 800 kg sedangkan sapi betina dewasa mencapai 550 kg.

g. Sapi Brangus
Sapi Brangus merupakan hasil persilangan antara sapi Brahman betina dengan pejantan Aberdeen Angus. Sapi Brangus mewarisi sifat baik dari sapi Brahman yaitu tahan panas, mampu beradaptasi terhadap lingkungan dan pakan dengan kualitas rendah serta tahan terhadap gigitan serangga.
Ciri-ciri sapi Brangus antara lain; bulunya halus dan umumnya berwarna hitam atau merah, bergelambir, mempunyai punuk berukuran kecil, tidak memiliki tanduk, perototannya padat tapi bentuk tubuhnya kurang rata.

h. Sapi Charolais
Sapi Charolais berasal dari Perancis. Beberapa karakteristik sapi Charolais yang disukai yaitu memiliki perototan yang bagus terutama pada bagian loin dan paha belakang, memiliki maternal ability (kemampuan mengasuh anak) yang baik dan tahan terhadap suhu panas dan dingin.
Ciri-ciri sapi Charolais antara lain; memiliki postur tubuh yang besar dan padat namun kasar, berwarna krem, terang atau putih dengan pigmen kemerahan yang menyebar pada kulit, umumnya bertanduk tapi ada juga yang tidak bertanduk. Bobot sapi jantan dewasa mencapai 1000 kg dan sapi betina mencapai 750 kg.

i. Sapi Charbray
Sapi Charbary merupakan sapi hasil persilangan antara sapi Charolais dengan sapi Brahman. Ciri-ciri sapi Charbray yakni berwarna krem agak putih, memiliki tanduk dan punuk yang berukuran kecil. Bobot badan sapi jantan dewasa berkisar antara 1135–1455 kg dan sapi betina berkisar antara 770–990 kg.

j. Sapi Santa Gertrudis
Sapi Santa Gertrudis merupakan hasil persilangan antara sapi Brahman jantan dengan sapi betina Shorthorn. Komposisi darah sapi Santa Gertrudis yaitu 37,50 % darah Brahman dan 62,50 % darah Shorthorn. Sapi Santa Gertrudis mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1973.
Ciri-ciri sapi Santa Gertrudis antara lain; proporsi tubuh yang rata dan padat, sapi jantan mempunyai punuk berukuran kecil, bergelambir, bulu berwarna cokelat kemerahan, pendek dan halus, mempunyai tanduk, bobot sapi jantan dewasa mencapai 900 kg sedangkan sapi betina mencapai 725 kg.

k. Sapi Beefmaster
Sapi Beefmaster merupakan hasil persilangan antara sapi Brahman dengan Hereford dan Shorthorn. Ras Beefmaster mengandung darah Brahman 50 % dan Hereford 50 %. Kelebihan sapi Beefmaster adalah tahan terhadap iklim yang bervariasi.
Ciri-ciri sapi Beefmaster yaitu memiliki warna bervariasi dari cokelat, cokelat kemerahan atau merah dengan sedikit bercak putih, mempunyai ukuran tubuh yang besar, mempunyai punuk berukuran kecil dan bertanduk.

Perkandangan Kelinci

Salah satu kelebihan kelinci yakni mudah beradaptasi dengan lingkungan. Karena itu, penempatan kelinci pada kandang yang baru sekalipun tidak akan menimbulkan stress. Kandang kelinci harus memenuhi syarat-syarat seperti memiliki ventilasi yang baik, dinding kandang kokoh dan kuat, memungkinkan cahaya matahari pagi bisa masuk ke kandang. Lantai kandang didesain sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan. Lingkungan sekitar kandang diupayakan tenang dan lokasinya tidak jauh dari rumah.

Fungsi kandang dalam pemeliharaan kelinci adalah sebagai tempat beristirahat, memudahkan penanganan dan pengawasan, melindungi kelinci dari ancaman predator dan cuaca lingkungan yang buruk, memudahkan dalam seleksi bibit dan ternak yang sakit. Bahan pembuatan kandang bisa diperoleh dari lingkungan sekitar. Bahan yang digunakan harus kuat, praktis, mudah diperoleh dan murah.

Kandang individu kelinci
(kelinciindonesia.com)

Bentuk kandang kelinci sangat bervariasi bergantung pada kapasitas yang diinginkan, segi ekonomis, luas lahan dan estetika. Desain kandang sebaiknya menjamin kemudahan dalam pembersihan, perawatan dan memnuhi syarat kesehatan. Perlengkapan kandang perlu disediakan di dalam kandang seperti tempat pakan dan tempat minum.

Bentuk-bentuk kandang kelinci antara lain;
1. Kandang individu (baterai)
Kandang individu adalah kandang yang dibuat dengan kapasitas tampung 1 ekor tiap kandang. Kandang individu memiliki beberapa bentuk yaitu bentuk berjejer (Flat dech battery), bentuk bertingkat (Tier battery) dan bentuk susunan piramida (Pyramida battery).

2. Kandang Ranch
Kandang berbentuk ranch biasa terdapat halaman di luar kandang. Halaman tersebut berguna sebagai tempat umbaran atau tempat bermain, berkeliaran bagi kelinci. Terdapat dua tempat atau ruang di dalam kandang model ranch. Ruang pertama sebagai tempat kelinci berkeliaran, ruang kedua tempat berkeliaran kelinci induk dan jantan bersama anak kelinci.

3. Kandang lantai (postal)
Kandang postal adalah kandang kelinci yang berlantaikan tanah atau semen. Kandang postal biasa digunakan untuk kandang pembesaran kelinci. Pemeliharaan di dalam kandang postal dilakukan secara koloni pada kelinci dengan jenis kelamin dan umur yang seragam. Ukuran kandang postal cukup luas.

4. Kandang kotak
Kandang kotak disediakan bagi induk yang baru melahirkan. Kandang kotak diisi oleh induk beserta anak. Perlengkapan kandang kotak diusahakan mirip dengan sarang beranak. Terdapat dedaunan kering, rumput kering dan rambut-rambut tubuh kelinci.
Ukuran kandang bisa disesuaikan dengan ukuran tubuh dan umur kelinci. Kandang untuk induk kelinci kecil berukuran panjang 90 cm, lebar 60 cm dan tinggi 60 cm. Sedangkan untuk induk kelinci yang memiliki postur besar, ukuran kandang yaitu panjang 180 cm, lebar 60 cm dan tinggi 60 cm.

Ukuran kandang kelinci berdasarkan ukuran tubuh sesuai ras yang direkomendasikan adalah sebagai berikut;
1. Ukuran kandang untuk kelinci tipe kecil (bobot tubuh < 2,5 kg)
Ukuran kandang untuk anak kelinci umur 1,5 sampai 3 bulan; 75 x 60 x 40 cm untuk kapasitas tampung 6 ekor. Ukuran kandang untuk kelinci muda umur 3 sampai 6 bulan; 75 x 35 x 40 cm untuk satu ekor kelinci. Ukuran kandang untuk induk kelinci; 75 x 60 x 40 cm untuk satu ekor kelinci, dan ukuran 75 x 60 x 40 cm untuk satu ekor kelinci pejantan.

2. Ukuran kandang untuk kelinci tipe sedang (bobot tubuh 2,5-4,5 kg)
Ukuran kandang untuk anak kelinci umur 1,5 sampai 3 bulan; 80 x 75 x 45 cm untuk kapasitas tampung 6 ekor. Ukuran kandang untuk kelinci muda umur 3 sampai 6 bulan; 75 x 50 x 40 cm untuk satu ekor kelinci. Ukuran kandang untuk induk kelinci; 80 x 75 x 45 cm untuk satu ekor kelinci, dan ukuran 80 x 75 x 45 cm untuk satu ekor kelinci pejantan.

3. Ukuran kandang untuk kelinci tipe berat (bobot tubuh > 4,5 kg)
Ukuran kandang untuk anak kelinci umur 1,5 sampai 3 bulan; 90 x 80 x 50 cm untuk kapasitas tampung 6 ekor. Ukuran kandang untuk kelinci muda umur 3 sampai 6 bulan; 80 x 60 x 50 cm untuk satu ekor kelinci. Ukuran kandang untuk induk kelinci; 90 x 80 x 50 cm untuk satu ekor kelinci, dan ukuran 90 x 80 x 50 cm untuk satu ekor kelinci pejantan.

Manajemen Reproduksi Kelinci

Perkembangbiakan atau reproduksi kelinci dimulai dari fase pubertas atau dewasa kelamin. Kecepatan pubertas kelinci dipengaruhi oleh umur, ras, bobot badan, nutrisi, suhu lingkungan dan cahaya.

Bagi ras kelinci yang postur tubuhnya kecil, pubertas mulai pada umur 4 bulan. Kelinci dengan ukuran tubuh menengah pada umur 6 sampai 7 bulan. Sedangkan pada ras kelinci yang bobot tubuhnya besar, pubertas terjadi pada umur 9 sampai 12 bulan.

Perkawinan kelinci dapat terjadi secara alamiah dan buatan. Perkawinan alamiah terjadi tanpa campur tangan dalam proses perkawinan. Peternak hanya menghadirkan pejantan di antara kelinci betina. Bila telah terjadi kebuntingan, kelinci pejantan dapat dipisahkan dari kelompok induk tersebut. Perkawinan buatan dilakukan dengan metode inseminasi buatan.

Perkawinan kelinci
(www.binatangpeliharaan.org)

Perkawinan akan menghasilkan kebuntingan bila terjadi pada saat birahi. Siklus birahi pada kelinci betina berkisar antara 16 - 18 hari. Tanda-tanda birahi pada kelinci betina yaitu gelisah, nafsu makan menurun dan responnya diam saat dinaiki kelinci lain. Kelinci betina yang bunting tidak akan menunjukkan lagi gejala birahi dan menghindar jika dinaiki kelinci jantan. Pada perkawinan kelompok, ratio jantan dan betina yang digunakan yakni 1 : 10-12 ekor.

Kebuntingan dapat dideteksi dengan menghadirkan kelinci pejantan ke kandang induk. Jika induk menolak kelinci jantan maka kemungkinan induk tersebut bunting. Namun untuk memperoleh hasil yang akurat, perlu dilakukan palpasi rektal pada umur 10 hari.

Lama kebuntingan kelinci adalah 30-33 hari dan rata-ratanya 31 hari. Lama kebuntingan untuk kelinci bervariasi bergantung pada genetik, umur induk, masa foetal dan lingkungan. Tanda yang bisa diketahui dari lama kebuntingan yaitu induk dengan umur kebuntingan panjang biasanya memiliki jumlah anak yang relatif sedikit. Suhu lingkungan yang terlalu panas atau tinggi bisa menjadi penyebab lamanya kebuntingan.

Sifat yang ditunjukkan oleh kelinci bunting menjelang beranak yaitu mengumpulkan dedaunan kering dan rumput-rumputan kering untuk membentuk sarang beranaknya. Kelinci induk juga sering mencabuti rambut dari beberapa bagian tubuhnya seperti paha dan perut.

Lama kebuntingan yang kurang dari 29 hari mengakibatkan anak yang dilahirkan seringkali abnormal (tidak normal). Induk kelinci yang umur kelahirannya panjang, sering ditemukan maksimal 2 ekor anak yang cacat atau mati. Jumlah anak tiap kelahiran (litter size) berkisar antara 7-9 ekor. Oleh karena jumlah puting susu kelinci hanya 4 pasang atau 8 buah, induk yang kelebihan anak (>8 anak) perlu disusukan pada induk lain yang juga sedang menyusui.

Kelahiran yang normal pada kelinci induk berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Durasi kelahiran antar tiap anak kelinci yakni 1 – 5 menit. Tetapi ada juga kasus kelahiran yang mana jarak kelahiran antar anak bisa beberapa jam bahkan beberapa hari. Lama waktu maksimum dalam jarak kelahiran anak yaitu 3 hari.

Anak kelinci yang baru lahir dalam keadaan belum dapat melihat (buta), tuli dan tidak memiliki rambut pada tubuh. Mata anak kelinci baru terbuka pada umur 10 hari. Sedangkan rambut pada tubuh baru mulai tumbuh pada umur 4 hari. Induk kelinci yang normal dan sehat bisa menghasilkan susu (laktasi) untuk anaknya selam 6-8 minggu.

Penyapihan anak kelinci dapat dilakukan pada umur 35-45 hari dengan bobot sapih sekitar 400-500 gram. Kelinci dapat beranak 4-8 kali dalam setahun. Jika terjadi kasus kematian pada semua anak yang dilahirkan, perkawinan baru pada induk baru bisa dilakukan lagi pada umur 1-2 minggu berikutnya.

12 Agustus 2016

Manajemen Reproduksi Kerbau

Kerbau termasuk jenis ternak polyestrus. Birahi pada kerbau rata-rata didominasi oleh birahi tenang atau silent heat. Pubertas kerbau dipengaruhi oleh umur kerbau, bobot badan, genetik dan ras. Faktor eksternal yang berpengaruh yaitu lingkungan dan pakan.

Kerbau
(www.pertanianku.com)

Lama birahi pada kerbau berkisar antara 12-36 jam. Kerbau baru bisa dikawinkan pada umur 2,5 tahun. Siklus birahi kerbau berulang tiap 21 hari. Keunikan kerbau yaitu rata-rata birahi terjadi pada malam hari. Umur pubertas atau dewasa kelamin pada kerbau terjadi pada umur 36-42 bulan.

Masa kebuntingan kerbau berkisar antara 310-315 hari. Rata-rata jarak beranak atau calving interval kerbau yaitu 18 bulan. Kerbau betina diusahakan pertama kali partus pada umur 36-48 bulan atau 3-4 tahun. Perbedaan lama kebuntingan pada beberapa ras kerbau dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan, pakan dan kondisi lingkungan.

Involusi uterus adalah kondisi uterus kembali ke posisi normal setelah beranak. Masa involusi uterus Kerbau Rawa terjadi pada umur 35 hari. Induk kerbau baru dikawinkan setelah mengalami birahi setelah beranak. Estrus Post Partum (EPP) adalah birahi pertama yang muncul setelah beranak. EPP pada induk Kerbau Rawa biasa terjadi pada umur 40 hari. Kendati demikian, induk kerbau sebaiknya dikawinkan kembali pada umur 60 hari.

Calf crop merupakan persentase jumlah anak yang dilahirkan hidup dari seluruh induk kerbau yang dipelihara berkelompok. Rata-rata tingkat Calf Crop kerbau di Indonesia sangat rendah yaitu 33 %.

Hambatan reproduksi kerbau yaitu angka pertumbuhan lambat sehingga berpengaruh pada terlambatnya dewasa kelamin. Tingginya umur beranak pertama, panjangnya jarak beranak dan musim kawin yang lambat. Umur Kerbau Rawa bisa mencapai 25 tahun. Dalam umur tersebut, Kerbau Rawa bisa menghasilkan anak sejumlah 10 sampai 15 ekor.

Tipe Dan Bangsa Babi

Peternakan babi di negara maju telah berkembang pesat. Usaha di sektor peternakan babi dilakukan berdasarkan tipe babi. Pengelompokkan berbasis tipe memungkinkan usaha peternakan babi menjadi lebih ekonomis dan menguntungkan.

Ternak babi dibagi ke dalam tiga tipe yakni;
1. Babi tipe daging (Meat type)
Ciri-ciri yang menunjukkan seekor babi termasuk dalam tipe daging antara lain; kedua kaki berukuran sedang dengan tumit yang pendek dan kuat, kepala dan leher ringan dan halus, punggung berbentuk busur, lebar dan kuat, ukuran tubuh panjang, halus dan dalam, proporsi tubuh padat dengan sedikit lemak dan bagian ham berkembang baik dan dalam.
Bangsa-bangsa babi yang termasuk ke dalam tipe daging yakni; Duroc, Poland China, Hampshire, Berkshire dan Chester White.

a. Babi Duroc
Babi Duroc berasal dari Amerika Serikat.Ciri-ciri babi Duroc antara lain; warna merah bervariasi, dari merah muda sampai merah tua, ukuran tubuh panjang dan besar, ukuran kepala sedang, muka agak cekung, telinga terkulai ke depan, punggung berbentuk busur dari leher hingga ekor, produksi susu tinggi dan memiliki banyak anak.

Babi Duroc
(bibit.ditjennak.pertanian.go.id)

b. Babi Poland China
Ciri-ciri babi Poland China antara lain warna dominan hitam dengan sedikit warna putih pada keempat kaki, sebagian muka dan ekor, telinga terkulai ke depan, jumlah anaknya (Litter size) tinggi akan tetapi kemampuan memelihara anak rendah.

c. Babi Hampshire
Babi Hampshire berasal dari Amerika. Kendati demikian, babi Hampshire banyak juga ditemukan di Scotlandia. Ciri-ciri babi Hampshire antara lain ukuran tubuh sedang, keempat kaki kuat dan lincah, memiliki persentase karkas yang tinggi, warna dominan hitam dengan warna putih melingkari leher, punggung dan kedua kaki depan. Lingkaran warna putih ini menyerupai selempang dan ukuran telinga kecil dan tegak.

d. Babi Berkshire
Babi Berkshire berasal dari Inggris. Ciri-ciri babi Berkshire antara lain; warna hitam dengan warna putih pada beberapa bagian tubuh seperti; keempat kaki, muka dan ekor, ukuran tubuh panjang, dalam dengan lebar yang sedang, muka pendek dan lebar agak cekung, telinga sedang dan agak condong ke depan, panjang keempat kakinya sedang, tergolong babi yang masak dini. Babi Berkshire memiliki persentase karkas yang tinggi.

e. Babi Chester White
Babi Chester White berasal dari daerah Pensylvania, Amerika Serikat. Ciri-ciri babi Chester White antara lain warna bulu dan kulitnya putih, ukuran tubuh panjang, dalam dengan lebar yang sedang, ukuran kepala dan rahang sedang, muka agak cekung, telinga terkulai ke depan di atas mata, punggung berbentuk busur, keempat kaki lurus dengan paha yang padat dan berisi dan produksi susu tinggi.

2. Babi tipe lemak (Lard type)
Ciri-ciri babi yang termasuk dalam tipe lemak atau penghasil lemak antara lain; kedua kaki berukuran pendek, ukuran tubuh berlebihan, dalam dan lebar, cepat menjadi gemuk dan mempunyai kemampuan untuk membentuk lemak tubuh dengan cepat. Bangsa babi yang tergolong dalam babi tipe lemak yakni bangsa babi lokal Indonesia.

3. Babi tipe lemak dan daging (Bacon type)
Ciri-ciri babi yang termasuk dalam tipe lemak dan daging antara lain; memiliki ukuran lebar tubuh sedang, kemampuan penimbunan lemak yang sedang, ukuran tubuh panjang dan kedalaman tubuh sedang. Bangsa-bangsa babi yang termasuk dalam tipe lemak dan daging yaitu; babi Yorkshire, Tamworth dan Landrace.

a. Babi Yorkshire
Babi Yorkshire berasal dari Inggris. Dikenal dengan nama Large White. Ciri-ciri babi Yorkshire yaitu warna putih halus, ukuran tubuh panjang, besar dan halus, muka agak cekung dengan telinga tegak. Babi Yorkshire memiliki sifat keibuan (maternal ability) yang baik dan produksi susu cukup tinggi untuk tiap laktasi.

b. Babi Tamworth
Babi Tamworth berasal dari Irlandia, lalu dikembangkan lebih lanjut di Inggris. Ciri-ciri babi Tamworth antara lain ukuran kaki panjang dan tubuh yang ramping dan memanjang, punggung berbentuk busur yang sedang, perototan pada punggung tebal dan panjang, ukuran leher relatif panjang, kedua telinga berukuran sedang dan tegak dan warna bervariasi dari warna merah emas sampai warna merah cokelat.

c. Babi Landrace
Babi Landrace berasal dari Denmark. Landrace termasuk dalam babi tipe bacon yang berkualitas tinggi. Ciri-ciri babi Landrace antara lain warna putih halus, ukuran tubuh panjang, besar dan dalam, kepala kecil agak panjang dengan telinga terkulai, punggung berbentuk busur, lebar dan panjang, bahu rata dan lurus, ukuran leher panjang, posisi keempat kaki baik dan kuat serta memiliki 12-14 puting susu pada ambing.